ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN BERKAITAN DENGAN HAK CIPTA

( http://maryatun.staff.ugm.ac.id )

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi membawa perubahan dalam berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan salah satunya di  kalangan pendidikan perguruan tinggi. Keberadaan perpustakaan sebagai penyedia, pengolah kemudian mendistribusikan  informasi harus memikirkan kembali bentuk yang tepat untuk menjawab tantangan  baru dengan berkembangannya teknologi informasi yang sangat pesat agar tidak ditinggalkan oleh pemustaka. Sementara untuk menyediakan buku-buku yang dibutuhkan oleh pemustaka masih jauh dari harapan. Jumlah judul dan eksemplar buku yang masih  terbatas dan kondisi fisik buku yang memprihatinkan. Hasil-hasil penelitian belum dimanfaatkan secara optimal karena permasalahan yang berkaitan denga hak cipta.

Kondisi tersebut merupakan tantangan bagi pustakawan dalam memenuhi kewajibannya sebagai profesi yang berhubungan dengan tugas informasi. Dalam menjalankan sebuah profesi sebagai pustakawan diharapkan memahami tugas untuk memenuhi standar etika baik dalam hubungannya dengan perpustakaan  sebagai lembaga tempat bekerja, terhadap pemustaka sebagai masyarakat yang dilayani, rekan pustakawan, antar profesi dan masyarakat pada umumnya.

Dalam memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka, pustakawan dihadapkan pada permasalahan, yang pertama berhubungan dengan hak cipta (copyright) dan kedua harus  tetap memelihara sikap ilmiah agar pemustaka tidak melakukan perbuatan yang mengarah pada “intellectual crime”, yaitu perbuatan yang menyimpang dari rambu-rambu ilmiah, misalnya plagiat.

Etika Pustakawan

Etika merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat praktis yang merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika dibagai menjadi dua kelompok  yaitu etika umum dan etika khusus. Masalah dasar etika khusus adalah bagaimana seseorang harus bertindak dalam bidang tertentu, dan bidang tersbut perlu ditata agar mampu menunjang pencapaian kebaikan hidup  manusia.  Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang keduanya berhubungan dengan tingkah laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga masyarakat. Sedangkan etika sosial menyangkut hubungan antar manusia baik hubungan yang bersifat langsung maupun dalam bentuk kelembagaan.  Contoh etika sosial antara lain, etika profesi , etika politik, etika bisnis, etika lingkungan hidup, dan sebagainya. Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, menurut semua dimensinya (Abbas-Hamami M.). Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etik (Sulistio-Basuki)

Pustakawan mempunyai organisasi yang disebut Ikatan Pustakawan Indonesia, disingkat IPI yang merupakan sebuah organisasi profesi. Pustakawan mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada  ilmu dan profesi yang disandang  dalam hubungannya dengan perpustakaan sebagai suatu lembaga, pemustaka, rekan pustakawan, antar profesi dan masyarakat pada umumnya. Untuk membina dan membentuk karakter pustakawan; mengawasi tingkah laku pustakawan dan sarana kontrol sosial; mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat; menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada perpustakaan dan mengangkat citra pustakawan maka disusun Kode Etik Pustakawan

Sebagai panduan perilaku dan kinerja dalam melaksanakan tugasnya di bidang kepustakawanan  diatur secara tertulis dalam kode etik Pustakawan Indonesia, yaitu

pada pasal 3 tentang sikap dasar yang harus dimiliki pustakawan adalah

a) Berupaya melaksanakan tugas sesuai dengan  harapan masyarakat pada umumnya dan kebutuhan pengguna perpustakaan pada khususnya;

b) Berupaya mempertahankan keunggulan kompetensi setinggi mungkin dan berkewajiban mengikuti perkembangan;

c) Berupaya membedakan antara pandangan atau sikap hidup pribadi dan tugas profesi;

d) Menjamin bahwa tindakan dan keputusannya, berdasarkan pertimbangan professional;

e) Tidak menyalah gunakan posisinya dengan mengambil keuntungan kecuali atas jasa profesi;

f) Bersifat sopan dan bijaksana dalam melayani masyarakat, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Dalam hubungannya dengan pemustaka pustakawan harus mempunyai sikap antara lain:

(1)Pustakawan menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi. Pustakawan menyediakan akses tak terbatas, adil tanpa memandang ras, agama, status sosial, ekonomi, politik, gender, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan; (2) pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekuensi penggunaan informasi yang diperoleh dari perpustakaan; (3) pustakawan berkewajiban melindungi hak privasi pengguna dan kerahasiaan menyangkut informasi yang dicari; (4) pustakawan mengakui dan menghormati hak milik intelektual

Kode etik di atas  merupakan sistem norma, nilai dan aturan tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik  bagi profesi pustakawan. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional oleh penyandang sebuah profesi.

Hak Cipta di Indonesia

Kalau melihat sejarahnya  hak cipta bukanlah merupakan hal yang baru dalam perkembangan sistem perlindungan HAKI di Indonesia. Undang-Undang tentang Hak Cipta telah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda, yaitu pada tahun 1912. Kemudian pada masa pemerintah nasional, telah diundangkan Undang-Undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang dirubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987, kemudian dilakukan revisi dengan disahkannya UU No. 12 tahun 1997, di tahun 2002 dirubah kembali sehingga muncul  UU No. 19 tahun 2002.

Indonesia adalah Negara yang memiliki keanekaragaman etnik./suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang ilmu, seni dan sastra yang dalam pengembangannya memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Disamping itu perkembangan di bidang  teknologi,  perdagangan, industri, dan investasi yang pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat umum

Perlindungan hak cipta diperlukan untuk mencegah peniruan dan penyebarluasan tanpa hak oleh pihak lain. Disamping itu hak cipta juga pengakuan terhadap status authorship yang mampu mengangkat nilai dari suatu karya sehingga dapat meningkatkan daya kompetisi atas  suatu karya.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang, hak cipta memberikan perlindungan yang luas terhadap hak-hak pencipta, yaitu hak ekonomi yang meliputi: hak untuk mereproduksi karyanya, hak untuk mendistribusikannya,  hak untuk menampilkan karyanya didepan publik. Sedangkan hak secara moral meliputi: hak untuk diakui sebagai pencipta dan hak untuk menggugat yang tanpa persetujuannya telah meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, ataupun mengubah isi ciptaan.

Pengertian

Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 ayat 1 UUHC 2002).

Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan  hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, menambah jumlah suatu ciptaan,   mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, mengedarkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun termasuk media internet.

Ruang lingkup perlindungan hak cipta

Ciptaan yang dilindungi dengan hak cipta adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang melipu karya: buku, program komputer, pamlet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukur, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. (pasal 12 UUHC 2002).

Hasil cipta atas hasil kebudayaan rakyat atau atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dipegang oleh Negara. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya; dan Negara memegang hak cipta atas hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Jangka waktu perlindungan hak cipta

Dalam hal buku dan semua hasil karya tulis lain, hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia (pasal 29 UUHC 2002). Khusus untuk program komputer, sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan yaitu 50  (limapuluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Hal-hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta

Pada pasal 14 dan pasal 15 Undang-undang Hak Cipta tahun 2002 tentang pembatasan atas Hak Cipta, yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta adalah:

Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau pengambilan berita aktual atau seluruhnya maupun sebagaian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Disamping itu hal lain yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, dengan syarat menyebutkan sumbernya adalah: (1) penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; (2) pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam  atau di luar, ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, atau pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; (3) perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan tersebut bersifat komersial; (4) perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun  atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang bersifat non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; (5) perubahan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Open-Access: Pemustaka,  Pustakawan, dan hak cipta

Ada sudut pandang bahwa dalam sebuah masyarakat informasi anggota masyarakat harus mendapatkan akses secara bebas terhadap suatu informasi dan hasil-hasil penelitian ilmiah. Tetapi yang terjadi sekarang ini masih ada beberapa perpustakaan yang menerapkan aturan-aturan yang harus dipenuhi agar dapat mengakses hasil penelitian dengan alasan menghindari plagiator yang sebenarnya menghambat proses keberlangsungan suatu ilmu, yang apabila ada akar permasalahan yang timbul dalam ilmu baru dapat dirunut kembali melalui akar atau pohon ilmu. Dengan demikian kesatuan ilmu tetap berlanjut sampai kapanpun. Disamping itu masih rendahnya kesadaran para peneliti untuk menyerahkan salinan hasil penelitiannya ke perpustakaan mengakibatkan  hasil penelitian  yang banyak  memerlukan biaya, tenaga, dan waktu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam hal ini berarti pemustaka mempunyai hak akses penuh terhadap informasi yang disediakan oleh perpustakaan, baik informasi yang bersifat umum maupun yang bersifat ilmiah, seperti karya ilmiah, prosiding, hasil penelitian, dan sebagainya.

Penghargaan pada prestasi seseorang dalam dunia akademik dapat diukur dari kontribusi ilmiahnya yang dapat berupa: kegiatan ajar-mengajar, penelitian, konsep gagasan, penulisan artikel, kritik dan lain-lain. (Rujito W. Darwono). Hak intelektual harus diakui dan dihormati, apabila menggunakan karya orang lain harus mengikuti rambu-rambu yang ada.

Penutup

Permasalahan tentang hak cipta memang menjadi permasalahan yang tidak pernah berakhir seiring dengan derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi yang cepat. Pustakawan yang mempunyai tanggungjawab terhadap profesi yang disandangnya, diantaranya pustakawan menyediakan akses tak terbatas pada informasi dan pustakawan mengakui dan menghormati hak milik intelektual yang dalam hal ini berkaitan dengan hak cipta, maka pustakawan hanya mampu mereduksi pelanggaran-pelanggan terhadap hak cipta tersebut.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan  oleh pustakawan dalam melakukan kontrol terkait hak cipta, antara lain:

  • Menyediakan formulir perjanjian antara perpustakaan dan penulis dalam kebijakan hak akses pada karyanya.
  • Menyajikan data bibliografis setiap jenis bahan pustaka
  • Membatasi akses pengguna terhadap dokumentasi tertentu, misalnya hanya bagian tertentu saja yang dapat di-copy atau di-download.

Daftar Pustaka

Abbas-Hamami M. tanpa tahun. Bab X: Etika keilmuan. Fakultas Filsafat UGM,        Yogyakarta.

Adisumarto, Harsono. Hak milik intelektual khusunya hak cipta. Jakarta: Akademika           Pressindo, 1990.

Darwono, Rujito W. Sekilas lintas tentang budaya ilmiah. Sutisning, Vol. 2 September          2007: 211-216.

Ikatan Pustakawan Indonesia. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disertai

kode    etik Ikatan Pustakawan Indonesia. [S.l.]: Ikatan Pustakawan Indonesia, 2007.

Kariodimedjo, Dina Widyaputri. Perlindungan dan penegakan hukum hak cipta di   Indonesia. Mimbar Hukum, 18 (2) Juni 2006: 159-292.

Kusumadara, Afifah. Perlindungan program komputer menurut hukum kekayaan    intelektual. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 33(3) Juli – September 2003: 383-         395.

Sitompul, Asril. Hukum internet: pengenalan mengenai masalah hokum di cyberspace. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Sulistio-basuki. Kode etik dan organisasi profesi.

http://consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2270.doc

Suprihadi, Eddy. Digitalisasi informasi karya ilmiah dan perlindungan karya

intelektuan. Makalah seminar Online informasi resource sharing dan digitalisasi karya ilmiah di lingkungan perguruan tinggi di Universitas Malang, 3 Oktober 2005.

Undang-Undang tentang hak cipta No. 19 tahun 2002.

http://www.apjii.or.id/dokumentasi/peraturan/UH_HC_19.pdf