TAUBATAN-NASHUUHA

Salah dua dari 99 nama-nama Allah yang baik (al-Asmaaul-Husna) adalah al-Ghafuur (Maha Pengampun) dan al-‘Afuwwu (Maha Pemaaf). Dua nama baik tersebut pada hakekatnya mempunyai makna yang sama yaitu Allah akan membebaskan dari neraka atas kesalahan dan dosa manusia, kecuali berbuat syirik (menyekutukan) Allah al-Ahad. Pengampunan (permaafan) dari Allah atas dosa manusia merupakan perwujudan rasa sayang Allah (ar-Rahiim). Allah bersifat Ghafuurur-Rahiim (Maha Pengampun lagi Penyayang). Innahu huwat-tawwaabur-rahiim (Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang – QS al-Baqarah 2:37). Konsekuensi dari keimanan kepada dua nama Allah tersebut adalah bahwa jika manusia berbuat salah atau dosa maka dia harus bertaubat (mohon ampun), dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya).
Mengapa manusia berbuat salah atau dosa? Jawaban secara umum dan pada dasarnya adalah karena keberadaan syaitan (anak cucu keturunan iblis) yang menggoda dan menyesatkan manusia. Adam dan istrinya Siti Hawa tergelincir dari surga kemudian turun ke dunia karena diteror syaitan. Orang yang berbuat buruk (kemaksiatan) berarti dia dirasuki syaitan, sedangkan orang yang berbuat baik bebas dari jeratan syaitan. Al-Quran surat al-Hijr ayat 15 – 44 menjelaskan tentang upaya syaitan menggoda manusia (yang memang diijinkan oleh Allah) agar mengikuti langkahnya sehingga masuk ke neraka jahanam. Sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah, yang artinya:
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya (QS al-Hijr 15:39-43).

Dalam ayat lain Allah berfirman, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS at-Tahriim 66:8). “……Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS an-Nuur 24:31).

Rasulullah saw, menggambarkan betapa Allah itu Maha Pengampun, Pemaaf, dan Penerima taubat dalam hadits berikut, yang artinya:
“Hai manusia, bertaubat dan minta ampunlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya saya bertaubat seratus kali dalam sehari” (HR Muslim). “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada waktu malam hari supaya bertaubat orang yang berbuat salah pada siang hari; dan Dia membentangkan tangan-Nya pada siang hari supaya bertaubat orang yang berbuat salah pada malam  hari. Keadaan itu tetap terus hingga matahari terbit dari barat” (HR Muslim). “Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seseorang hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan” (HR Tirmidzi). “Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai Bani Adam ! sesungguhnya selama engkau berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu, dan Aku tidak akan peduli. Wahai Bani Adam! Jika sekiranya dosa dan kesalahanmu setinggi awan, lalu engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni. Wahai Bani Adam ! andai engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi kemudian
engkau mati dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula’” (hadist qudsi – HR Tirmidzi).

Orang yang bertaubat harus melalui lima tahapan, yaitu:
1.    Tahap Kesadaran
Orang yang bertaubat harus menyadari kesalahannya/dosanya. Kesadaran ini harus jujur dan tulus, walaupun kadang perlu diingatkan orang lain (sehingga perlu saling mengingatkan) atau kadang diingatkan oleh Allah misalnya melalui penyakit, kesulitan, musibah, bencana alam, bencana moral, dan sebagainya. Orang yang tidak menyadari kesalahan tidak mungkin bertaubat.
2.    Tahap Penyesalan
Rasulullah saw menyatakan, an-nadamu taubatun – menyesal itu adalah taubat (HR Abu Dawud & Hakim). Orang yang tidak menyesali kesalahannya tidaklah dikatakan dia bertaubat, apalagi jika bangga/senang  terhadap kesalahannya maka dia sangat tidak bertaubat.
3.    Tahap Permohonan Ampun
Syarat wajib taubat adalah beristighfar (mohon ampun kepada Allah). Setiap hari manusia harus beristighfar baik karena dosa yang sangat kecil, kecil, besar, atau dosa yang sangat besar (kecuali syirik, karena syirik memang tidak akan diampuni oleh Allah – QS an-Nisaa’ 4:48), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.
Jika kesalahan dilakukan terhadap orang lain maka tetap memohon kepada Allah agar Dia membuka hati orang yang disalahi untuk memaafkan kesalahan kita. Jadi, terhadap orang lain lebih diajarkan memberi (misalnya memberi maaf, ‘aafiina ‘anin-naas – QS al-Imran 3:134, bukan meminta maaf, tetapi terima maaf atau dimaafkan), sedangkan meminta itu hanya kepada Allah, iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
4.    Tahap Perjanjian
Orang yang bertaubat harus berjanji tidak mengulangi lagi kesalahan/dosa masa lalu. Janji ini harus jujur, tulus-ikhlas, dan keluar dari hati yang dalam. Janji itu harus dipenuhi/dibuktikan secara nyata.
5.    Tahap Perbaikan
Sebagai bukti taubat, seseorang harus menutupi kesalahan/dosa masa lalu dengan perbuatan baik. Rasulullah menyatakan, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, dan iringilah perbuatan jahat dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik” (HR Tirmidzi).

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun