Belajar dari Ibu Prita

Nagara kita adalah negara hukum, segala tata kehidupan diatur dengan Tata Hukum. Namun segala pelanggaran hukum akan dilihat siapa yang Melanggar, dan apa yang dilanggar. itu di KUHAP dan KUHP ndak ada. yang ngadain PENEGAK HUKUM sendiri. yang kadang untuk mencari ” Sesuatu ” dalam menegakkan hukum. Artinya Semua Pelanggaran dan siapa yang Melanggar mestinya dihukum sesuai dengan tata hukum yang ada. namun dinegeri ini lucu, kayak negeri Dongeng. selama ” lampu merah” bisa dilanggar. HUKUM dinegeri ini tidak akan tegak.

Hukum dinegeri ini bisa dibunyikan oleh Penguasa, Uang dan Kekuasaan.

Dalam kasus Ibu Prita, RS OMNI yang punya Uang. sehingga segala cara untuk menjerat Ibu Pritapun bisa. Bagaimana dengan SANG JAKSA, Menerima Suap ? Wallahu ‘A ‘lam. atau apa sudah dijanjikan akan mendapat kemudahan di RS OMNI, itupun perlu bukti.

Yang Jelas Kesewenangan dan kurang terbukanya Hasil Laboratorium itulah yang menjadikan masalah ini timbul, andakata hasil lab Jujur apa adanya, kasus ini masih jauh di kayangan. itu dipicu pihak RS tidak mau memberikan hasil pemeriksaan laboratorium untuk trombosit yang 27.000 iu meski pemeriksaan diulang dua kali. Kemungkinan bagian lab memberikan data yang salah atau milik pasien lain. Karena Prita awam, dia menggunakan kata ”fiktif” untuk hasil itu

Normalnya, tiap data pasien harus menjadi bagian DRM yang boleh diketahui pasien. Jika datanya benar dan tercantum dalam DRM, kasus menghebohkan ini tak perlu terjadi. RS bisa memberikan fotokopi DRM yang menjadi hak Prita.

Belajar dari semua itu, bahwa orang kecil akan mudah terjerat Hukum, orang besar akan kebal hukum, maka Berhati-hatilah karena negeri ini kayaknya masih belajar jerat menjerat satu sama lain. MERDEKAnya KAPAN ?